Semangat adalah Harga Mati untuk Mahalnya Hidup

Minggu, 21 Februari 2010

Pilihan ataukah Sebuah Keterpaksaan

Saat berkumpul dengan keluarga, obrolan-obrolan ringan biasa terjadi dirumah kami. Seperti saat malam tadi, ada satu tema obrolan antara aku dan ayahku yang kemudian membuatku ingin kembali menuangkan pada tulisan kali ini.

Ayahku bercerita tentang pertemuannya dengan seorang kawan yang jarang ditemuinya, sebut saja dengan Bpk.AB, selayaknya orang yang jarang bertemu tentunya topik pembahasannya yaitu seputar kabar mengenai diri dan keluarga masing-masing. Bpk.AB mulai bercerita tentang keadaan keluarganya yang alhamdulillah sampai saat ini dalam keadaan yang baik, walaupun saat ini ia mengaku sedang diberi cobaan Allah. belum lama ia di PHK dari tempat kerjanya. Sebagai seorang kepala keluarga dengan 2 orang anak tentunya hal tsb bukanlah cobaan yang mudah untuk dilaluinya, walaupun ia termasuk beruntung karena pihak perusahaan memberinya pesangon walaupun besarnya tidak sesuai yang diharapkannya. Hari demi hari ia jalani tanpa rencana yang pasti untuk kembali mencari nafkah untuk keluarga. Hingga pada akhirnya, Ojeg yang dia putuskan sebagai profesi barunya.

Aku cukupkan cerita soal Bpk.AB samapai disini, karena pengalaman Bpk.AB tsb kemudian menjadi bahan diskusi hangat malam tadi antara aku dan ayahku. Jika kita melihatnya lebih dekat, tentunya tidak sedikit yang mengalami hal yang serupa dengan Bpk.AB, bahwa kondisi yang dialami kita saat ini mungkin bukanlah merupakan sebuah PILIHAN namun bisa dikatakan adalah sebuah KETERPAKSAAN. Seperti halnya cerita Bpk.AB diatas, aku yakin tentunya Bpk.AB tidak pernah bercita-cita untuk berprofesi sebagai tukang ojeg.

Aku tidak bermaksud untuk mengajak pembaca menjadi orang yang melupakan nikmat dan karunia Allah yang telah dilimpahkan kepada kita, tentunya sebagai seorang muslim apabila mendapat kebagiaan maka hendaknya bersyukur dan apabila diberi cobaan maka hendaknya bersabar. Tulisan ini menjadi sebuah perenungan diri terhadap perjalanan hidupku kini, yang kemudian kembali mengingatkan akan asa, harapan dan cita-citaku yang belum terwujud.

Berprasangka baik terhadap ketentuan Allah adalah merupakan sebuah keniscayaan sebagai hamba yang memiliki banyak keterbatasan, seraya terus melejitkan kemampuan diri untuuk menjadi 'Orang Besar', seperti sebuah kata-kata bijak 'Allah hanya memberikan urusan Besar kepada Orang-orang yang Besar.

Namun, hendaknya kita juga jangan lupa untuk memberikan penghargaan terhadap diri kita, ya.. menghargai segala usaha, upaya, perjuangan serta pengorbanan yang telah kita lalaui untk mencapai cita-cita, agar semuanya menjadi lebih berarti.



1 komentar:

  1. holllaaa... mampir mba. makasih udah mampir ke tempat saya ya :)

    hm... kadang untuk berubah diperlukan pressure sih mbak.

    salam kenal ya

    BalasHapus